Kemiskinan dalam al-Qur’an

 

Kemiskinan dalam al-Qur’an


Syahadat.id. Dalam Islam, sadaqah, derma secara sukarela, dan zakat, nirsukarela derma merupakan konsep dasar teori dan praktek derma. Dua konsep ini merupakan fokus utama dalam mengkaji kemiskinan berdasarkan konsep al-Qur’an. 

Dalam surat Makkiyyah, memberi makan orang miskin merupakan salah satu sifat yang mengidentifikasikan golongan kanan dari sahabat Nabi (al-Balad, 13-20). Sebaliknya, mereka yang berdusta kepada agama adalah mereka yang menghardik anak yatim, dan yang tidak berkeinginan untuk memberi makan orang miskin (al-Ma’un, 2-3). Karena itu, perilaku demikian dapat menjadi sebab catatan amal seseorang diberikan dari sebelah kirinya di akhirat kelak, dan membuat ia layak untuk menghuni neraka Jahim (al-Haqqah, 34).

Selain itu, sifat tersebut juga merupakan tanda bahwa seseorang terlalu mencintai harta secara berlebihan (al-Fajr, 20). Dan sebaliknya, orang-orang yang berbuat kebajikan akan disajikan mata air dari surga, yang salah satu penyebabnya adalah karena memberi makan orang miskin dengan makanan yang juga ia sukai (al-Insan, 6-8). Karunia tersebut mereka peroleh karena hati mereka tersucikan oleh pemberian-pemberian yang mereka  salurkan kepada saudara mereka (al-Taubah, 103).

Perputaran harta dapat terjadi dengan cara yang halal, yaitu jual-beli, ataupun cara yang haram, yaitu riba (al-Baqarah, 275). Melalui riba, sebagian orang menyangka bahwa kekayaan mereka akan bertambah dan berlipat ganda.

Baca juga: Misi Islam Mengajarkan Kepedulian Sosial

Namun pada hakitatnya, mereka yang meberikan zakat semata-mata karena Allah adalah orang-orang yang benar-benar kekayaannya akan berlipat ganda (al-Rum, 39). 

Dalam sejumlah ayat di dalam al-Qur’an, kata miskin muncul beberapa kali sebagai golongan orang yang berhak menerima distribusi. Salah satu jenis harta yang layak mereka terima adalah harta rampasan perang (al-Anfal, 41 & al-Hasyr, 7). Jenis distribusi kedua adalah sedekah, dimana orang miskin disandingkan dengan orang-orang fakir, amil zakat, muallaf, budak, orang yang berhutang, suatu tujuan karena Allah, dan mereka yang sedang dalam perjalanan (al-Taubah, 60). 

_Disadur dari Poverty and Economics in the Qur’an – Michael Bonner



Penulis: Nur Choerul Rizal, Penulis sedang menempuh S2 di Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta