Kisah Budak Pintar yang Menasehati Majikannya dalam Memilih Istri

 

Kisah Budak Pintar yang Menasehati Majikannya dalam Memilih Istri

Hidup di dunia terasa belum sempurna bila seseorang belum mempunyai pasangan dalam hidupnya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pasangan hidup kita akan datang dengan sendirinya, atau kita harus berusaha mencari dan memilih sendiri sesuai criteria yang ia inginkan?


Pada hakikatnya Allah mewajibkan kepada hambanya untuk selalu berusaha dalam mewujudkan impian dalam hidupnya, ia tak boleh berpangku tangan semata, tetapi harus mengoptimalkan segala anggota badan, pikiran untuk merealisasikannya, lebih-lebih dalam urusan jodoh atau pasangan hidup.


Dalam kitab An-Nawadir karya Syeh Sihabuddin bin Salamah al-Qalyubi mengkisahkan tentang Al-Mubarok (Ayah dari Abdullah bin Al-Mubarok). Ia  merupakan seorang budak hitam yang bertugas sebagai penjaga kebun. Majikannya yang berprofesi sebagai Qadhi berpesan untuk menjaga kebunnya.


Suatu hari sang Qadhi mendatangi kebun itu, lalu meminta kepada penjaganya untuk diambilkan beberapa anggur, ternyata angguh yang disuguhkan terasa asam sekali. Lalu ia memerintahkan kepada penjaga untuk mengambilnya lagi, ternyata ia mengambil anggur yang asam lagi.


“Hai penjaga, memang kamu tak bisa membedakan aggur yang manis dengan yang bukan?”. Tegasnya.


“Maaf Tuan, dulu tuan memerintahkan kepada saya hanya untuk menjaganya, bukan untuk memakannya”. Tuturnya.


Akhirnya sang Qadhi mengetahui kejujuran budak tadi, lalu ia bertanya kepada budak tadi perihal anak perempuannya yang cantik sekali sampai para pejabat, konglomerat yang terpukau dengan paras cantiknya. Hal ini yang menjadikanya merasa kebingungan dalam menentukan pasangan hidup sang anak.


“Menurut kamu, Kriteria Jodoh yang pantas untuk anak saya itu siapa?.”


“Wahai Tuan, pada zaman jahiliyah dahulu, untuk menentukan pasangan hidup seseorang, akan dicari beberapa kriterianya terlebih dulu. Pertama, faktor orang tua, terutama dari golongan orang mulia atau terpandang. Kedua, nasab sangat diperhitungkan, ia tidak mudah menikahkan anaknya dengan lelaki dari nasab yang tak jelas asal usulnya. Ketiga, faktor agama. Keempat, kedudukan yang tinggi juga menjadi salah satu prioritas. 


Sedangkan orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih mengedepakan ketampanan atau kecantikan fisiknya. Dan di zaman Nabi, orang-orang lebih memilih faktor Agama dan Ketakwaan seseorang, tetapi saat ini, orang lebih mengedepakan harta dan kedudukan calon pasangan anaknya.”tuturnya.


Mereka berfikir dengan banyaknya materi, kehidupanya akan mandiri, raut muka selalu berseri-seri, dan istri bagai bidadari, yang indahnya bagai mentari.


Setelah mendengar penuturan dari Mubarok, maka sang Qadhi hendak menawarkan anak perempuannya kepada dirinya yang dikenal karena kejujuran, dan ketakwaanya. Akhirnya sang Qadhi bermusyawarah kepada istri dan anak perempuannya yang memutuskan siap dinikahkan dengan Mubarok.


Dari kisah diatas, hendaknya orang tua mengarahkan anak-anak perempuannya agar memilih pasangan hidup dengan tidak memprioritaskan materi semata, namun ada sisi lain yang harus diperhitungkan yaitu akhlak dan ketakwaan calon pasangannya.