Perbedaan Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi



Perbedaan Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi 


Syahadat.id - Di dunia Islam dikenal beberapa istilah yang ditujukan kepada orang yang mengajarkan ilmu agama atau tokoh dalam bidang kajian agama seperti Ustadz, Dai, Mufti, Murabbi maupun istilah lain. P

Perbedaan penggunaan istilah tersebut didasarkan beberapa hal yang melatarbelakanginya, misalnya penggunaan istilah dai ditujukan kepada seorang penceramah yang memberikan materia keagamaan serta memiliki karakteristik tersendiri. 

Pertama, Ustadz. Ustadz atau ustaz menurut kamus KBBI adalah guru agama atau guru besar (laki-laki). Maksudnya ustadz adalah orang mengajarkan ilmu agama baik di tingkat sekolah ataupun pengajian di masjid. Penggunaan gelar ustadz di Timur tengah digunakan untuk orang yang sudah memiliki gelar profesor atau sudah masuk ke dalam kategori guru besar di salah satu universitas. Namun gelar ini seringkali digunakan untuk orang yang mengajarkan ilmu agama seperti pengajar di Taman pendidikan Al Qur'an (TPA) atau di madrasah Diniyyah (sekolah agama) atau untuk penceramah dia acara televisi. 

Kedua. Dai. Dakwah berarti menyeru, mengajak, mendorong (Pimay: 2006) jadi dakwah merupakan ajakan kepada orang lain ke jalan Tuhan yaitu jalan yang hak atau kebenaran yaitu agama Islam. Tujuan dari dakwah yaitu untuk mempengaruhi cara berfikir, bersikap dan bertindak agar manusia bertindak sesuai prinsip-prinsip Islam (Rafi’udin, 1997). Orang yang melakukan kegiatan dakwah dinamakan Da'i. Tugas da'i yaitu menyeru atau mengajak kepada keinsafan yaitu berusaha mengubah keadaan kepada situasi yang lebih baik terutama dalam urusan pribadi maupun masyarakat (Shihab, 2007).

Ketiga. Mufti. Mufti menurut kamus KBBI yaitu pemberi fatwa untuk memutuskan masalah yang berhubungan dengan hukum Islam. Jadi seorang Mufti adalah orang yang memberikan fatwa atas pertanyaan yang diajukan orang lain (Sa'adi: 1993). Peranan Fatwa sangat penting bagi umat Islam sebagai jawaban atas permasalahan yang terjadi sehingga umat diperintahkan untuk mengikutinya sebatas kemampuannya. 

Keempat. Murabbi. Tarbiyah merupakan masdari dari kata Rabba Yurabbi Tarbiyatan yang berarti mewujudkan sesuatu secara bertahap sampai menjadi sempurna (Al Munawi: 1990). Jadi, pengertian Tarbiyah yaitu proses pengembangan diri dan bimbingan terhadap jiwa, raga, akal yang dilakukan secara berkelanjutan, dan tujuan akhir agar anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri (Mahjub: 1978). Orang yang mendidik atau melakukan tarbiyah dinamakan Murabbi. Ia mendidik secara Ruhani maupun jasmani, mengoptimalkan akal sehingga bertambah bekal. 

Syarat Menjadi Pendakwah 


Akhir-akhir ini dihebohkan oleh seorang ustadz yang mengajarkan Al Qur’an namun bacaannya tak sesuai kaidah dalam ilmu tajwid sehingga dipertanyakan oleh banyak kalangan dan menjadi viral di masyarakat. Kejadian ini merupakan fenomena yang sering kita dengar di masyarakat. ini berawal dari pemahaman orang-orang yang menggunakan dalil Hadist Nabi yang berbunyi:

 بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً 

 “Sampaikanlah dariku walau satu ayat.” 

Namun, Pernahkah mereka berfikir maksud dari keterangan Hadist diatas? Bila mereka memiliki dasar pemahaman yang benar dan tak sepotong dalam memahami Hadist itu maka ia akan mendapatkan pahala, sebaliknya bila tidak memiliki pemahaman yang benar maka ia akan menyesatkan diri dan orang lain, bukan mendapatkan pahala tetapi mendapatkan murka. Niat baik saja tak cukup, harus memiliki ilmu dan kemampuan yang cukup. 

 Ini bunyi Hadist lengkapnya: 

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً ، وَحَدِّثُوا عَنْ . بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ 
 
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwasanya Nabi SAW bersabda:” Sampaikanlah dariku walau satu ayat, dan ceritakanlah tentang Bani Israil dan itu tak berdosa. Barangsiapa berdusta kepadaku secara sengaja maka bersiap-siap untuk menempati tempat di Neraka. (HR. Bukhari). 


10 Syarat Pendakwah 


Dalam Fatawa Dar Al-Ifta’Al-Misriyyah dijelaskan bahwa seorang pendakwah harus memiliki kriteria sebagai berikut: 

Pertama, tak diperbolehkan mengajak orang lain bila tak memiliki pemahaman yang benar tentang hukum-hukum agama. 

Kedua, tak boleh terlalu fanatik dalam menyikapi sebuah pendapat yang masih diperselisihkan para ulama’. 


Ketiga, tak diperbolehkan merubah kemungkaran dengan cara yang mungkar karena akan menghilangkan fungsi dari dakwah itu sendiri yaitu untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Keempat, mengajak kebaikan (dakwah) kepada orang lain hukumnya Fardhu Kifayah bukan Fardhu Ain, bila sebagian yang lain sudah melakukan maka gugur bagi yang lain. 

Kelima, meninggalkan sesuatu yang wajib dengan tujuan dakwah tidak diperbolehkan, karena sudah gugur bila sudah ada sebagian yang mengerjakan. 

Keenam, amal kebaikan yang dilakukan untuk dirinya sendiri termasuk ketaatan, dakwah juga termasuk ketaatan, maka harus ada yang menjadi prioritas yang harus dikedepankan. 

Ketujuh, dakwah bisa dilakukan saat kita beraktivitas, bekerja dengan orang lain. 

Kedelapan, dakwah seharusnya dilakukan oleh orang yang tahu dan mampu melakukannya, bila tak mampu maka jangan memaksakan diri untuk hal itu. Karena akan berbahaya bagi dirinya dan orang lain. Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa seorang pendakwah harus memiliki ilmu sebagai penuntunnya agar tak salah memahami ajaran agama, serta memiliki kecakapan lahir batin dalam menghadapi segala rintangan yang terjadi.