Syeh Abdul Qadir Al-Jilani: 3 Kategori Tingkatan Doa

 

Syeh Abdul Qadir Al-Jilani: Penjelasan Tingkatan Doa 

 

Syahadat.id - Doa merupakan permintaan kepada Allah SWT agar tercapai hajat seseorang, hal itu dianggap sebagai ibadah. Pada hakikatbya doa berfungsi sebagai bentuk pengakuan ketidakberdayaan hamba  di hadapan-Nya, juga sebagai sarana penghubung yang intens untuk mencurahkan segala permasalahan yang dihadapi kepada Dzat yang maha sempurna lagi maha segala-galanya.

Imam al-Suyuti dalam sebuah karyanya yang berjudul Siham al-Ishabah fi ad-Da’awat al-Mustajabah menjelaskan salah satu tanda doa dikabulkan oleh Allah, di antaranya berkaitan dengan waktu dan tempat.

Salah satu tempat  mustajab yang diabadikan oleh Al-Qur’an adalah Miharabnya Siti Maryam, di tempat  itu Nabi Zakaria berdoa agar diberikan keturunan, dan Allah mengabulkan doanya.

Selain yang berkaitan dengan tempat, juga ada waktu-waktu yang paling didengar oleh Allah. Imam Nawawi dalam kitab Riyadh al-Shalihin mengutip sebuah hadis Nabi yang berbunyi:

ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﻴﻞ ﻟﺮﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﺃﻱ اﻟﺪﻋﺎء ﺃﺳﻤﻊ؟ ﻗﺎﻝ:”ﺟﻮﻑ اﻟﻠﻴﻞ اﻵﺧﺮ، ﻭﺩﺑﺮ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺎﺕ “ﺭﻭاﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ: ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ

Artinya: Diriwayatkan dari Abi Umamah RA. Ia berkata: Nabi ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah. Kemudian Nabi menjawab: yaitu di tengah malam yang akhir (sepertiga malam), dan setelah shalat fardhu. (HR. Tirmidzi, ia berkomentar bahwa hadis ini derajatnya Hasan).


Baca juga:

Dari penjelasan ini dapat diambil hikmah bahwa Doa yang dikabulkan oleh Allah yang berkaitan dengan waktu. Pertama, sepertiga malam, karena di waktu ini kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya, sehingga orang yang berdoa di waktu ini benar-benar ikhlas karena Allah, bukan karena yang lain, ia berkomunikasi dengan-Nya tanpa ada manusia yang mengetahuinya. Maka dari itu jangan mudah mencela orang cuma gara-gara penampilan nya yang kurang sopan, atau prilakunya yang kurang baik. Bisa saja ia diberi keistimewaan  untuk berdoa  disaat orang lain terlelap, dan doanya dikabulkan. Kedua, setelah shalat fardhu, pada waktu ini doa akan cepat dikabulkan. Sayangnya sedikit manusia yang mengerti tentang waktu seperti ini.


Tingkatan Doa menurut Syeh Abdul Qadir Al-Jilani

Tingkatan Doa menurut Syeh Abdul Qadir Al-Jilani

Menurut Syeh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab Sirrul Asrar menjelaskan bahwa:

الدعاء على ثلاث درجات : تعريض وتصريح وإشارة.

Doa mempunyai beberapa tingkatan: pertama, dengan samar atau sembunyi, kedua, jelas. Ketiga, menggunakan isyarat.

Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa tingkatan doa ada tiga, yaitu:

Pertama, Tashrih (تصريح) yaitu ketika doa yang dibaca secara jelas akan pelafalannya. Hal ini seperti permintaan Nabi Musa AS yang tertuang dalam Surat al-A’raf: 143 yang berbunyi:

 

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ

 

Artinya:Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". 

Kedua, Ta’ridh (تعريض). Yaitu ketika berdoa dalam hati atau hanya dibatin saja, atau juga diucapkan secara sembunyi.

Ketiga, berupa isyarat. Hal ini berupa prilaku atau perbuatan yang disembunyikan tak diketahui oleh orang lain, seperti doa Nabi Ibrahim yang tertuang dalam Surat al-Baqarah: 260 yang berbunyi:

 

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ 

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati".

Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nabi saat shalat Istisqa’ (meminta hujan), beliau membalikkan selendangnya, ini bertujuan agar segera terjadi perubahan, yang awalnya kekeringan menjadi dimudahkan turun hujan, apa yang dilakukan Nabi merupakan doa dengan menggunakan isyarat, seperti tertuang dalam sebuah Hadits:


عن عباد بن تميم عن عمه  قال خرج النبي صلى الله عليه وسلم إلى المصلى فاستسقى واستقبل القبلة وقلب رداءه وصلى ركعتين. رواه مسلم

Diriwayatkan dari Ibad bin Tamim dari pamannya berkata: Nabi keluar menuju tempat shalat istisqa’ dengan menghadap kiblat, serta membalikkan selendangnya, kemudian shalat dua rakaat.

Dr. Musa Syahin dalam Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa Nabi membalikkan selendangnya dengan tujuan Tafaul (sebuah harapan) agar cepat diberikan perubahan, yang awalnya kekeringan menjadi tercukupi sumber airnya melalui air hujan. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa tata cara berdoa sangat beragam, maka dari itu jangan mudah menyalahkan orang lain yang berbeda cara berdoanya dengan kita, bisa saja ketidaktahuan seseorang menjadi penghalang untuk menemukan kebenaran itu sendiri.

 

 

Oleh: Moh Afif Sholeh

Tulisan ini pernah dimuat di islamkaffah.id