Hukum Mencela Makanan dalam Islam

Syahadat.id - Allah telah menganugerahkan kepada makhluknya berbagai macam Rizki, salah satunya berupa makanan. Dengan makanan, manusia mampu menggerakkan badannya untuk beraktivitas, belajar, bekerja. Nikmat yang besar ini wajib disyukuri, karena hal ini merupakan kebutuhan primer bagi kehidupan manusia.

larangan mencela makanan
larangan mencela makanan


Salah satu adab atau sopan santun terhadap makanan adalah tak mencelanya. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﻗﺎﻝ: ﻣﺎ ﻋﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻃﻌﺎﻣﺎ ﻗﻂ، ﺇﻥ اﺷﺘﻬﺎﻩ ﺃﻛﻠﻪ، ﻭﺇﻥ ﻛﺮﻫﻪ ﺗﺮﻛﻪ. رواه البخاري

Artinya: diriwayatkan dari Abi Hurairah, Nabi bersabda: Nabi Muhammad tak pernah mencela makanan apapun, bila berkehendak maka beliau akan memakannya, bila tak sesuai selera maka beliau tak memakannya. H.R Bukhori

Hadis ini memberi pemahaman kepada manusia agar tak mudah mencela apapun jenis makanan, tapi harus menghargai karena itu anugerah, bila tak suka dengan makanan itu, maka sebaiknya tak usah dimakan, tak lantas mencelanya. 

Anjuran Nabi sangat menginspirasi umatnya untuk selalu mengapresiasi berbagai bentuk apapun nikmat Allah karena hal itu akan mendatangkan keberkahan, serta keberuntungan. Jika Umat Islam mampu mensyukuri nikmat-Nya niscaya mereka tak akan kekurangan dalam urusan makanan.


Abu Al-Lais as-Samarkandi dalam kitab Tanbih al-Ghafilin memaparkan tentang penyebab hati menjadi keras, tak mudah menerima kebenaran disebabkan empat hal ini, yaitu:

ﻗﺴﻮﺓ اﻟﻘﻠﺐ ﻣﻦ أربعة أشياء: ﺃﻭﻟﻬﺎ: ﺑﻄﻦ ﻣﻤﺘﻠﺊ، ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﺻﺤﺒﺔ ﺻﺎﺣﺐ اﻟﺴﻮء، ﻭاﻟﺜﺎﻟﺚ: ﻧﺴﻴﺎﻥ اﻟﺬﻧﻮﺏ اﻟﻤﺎﺿﻴﺔ، ﻭاﻟﺮاﺑﻊ: ﻃﻮﻝ اﻷﻣﻞ

Artinya: Hati menjadi keras disebabkan empat hal. Pertama, perut yang selalu kenyang. Kedua, berteman dengan orang yang prilakunya kurang baik. Ketiga, Lupa akan dosa yang telah berlalu. Keempat, terlalu berangan-angan.


Nikmat Dunia menurut Imam Al Ghazali

Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhaj al-Abidin menjelaskan bahwa Nikmat dunia terbagi menjadi dua bagian

Pertama, Nikmat yang berupa kemanfaatan. Allah memberikan Nikmat ini berupa kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat, misalnya: fisik yang kuat, akal yang cermat, serta muka yang enak dilihat. Juga hal-hal yang enak dirasakan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, bahkan nikmatnya pernikahan.



Kedua, Nikmat yang berupa keselamatan dari hal-hal yang berbahaya bagi diri kita maupun kepada orang lain, atau terhindar dari kejahatan yang dibuat oleh manusia, hewan, maupun makhluk yang tak kasat mata misalnya terhindar dari godaan jin dan Syaitan.


Moh Afif Sholeh, M.Ag