Memaknai Musibah Pandemi Covid 19 dan Hikmah yang Perlu Dipetik

 

Memaknai Musibah Pandemi Covid 19 dan Hikmah yang Perlu Dipetik


Syahadat.id - Beberapa bulan ini umat manusia diuji oleh Allah berupa Pandemi Covid 19 yang mewabah dimana-mana sehingga banyak korban. Sebetulnya apa sih tujuan musibah ini diturunkan?

Allah menciptakan makhluknya tidaklah sia-sia, namun menyimpan hikmah dan tujuan yang harus digali, dicerna oleh manusia agar mampu memahami rahasia keagungan-Nya sehingga menambah kedekatan dengan-Nya.

Salah satu hikmah musibah dijelaskan dalam Surat al-Hadid ayat 22-23 yang berbunyi:


مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ () لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ () الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ


Artinya:


“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.


Menurut ar-Razi dalam Tafsirnya, hakikat musibah telah ditentukan oleh Allah baik yang ada dibumi, misalnya banjir, kemarau panjang, gagalnya hasil pertanian. Musibah yang dirasakan manusia ada dua kategori. Pertama, seperti sakit, fakir, kematian keluarga. Kedua, sebagai ujian kebaikan maupun keburukan.


Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa ada dua hakikat musibah yang perlu diketahui, yaitu:


Pertama, supaya manusia tak putus asa atas apa yang telah dia dapatkan. Imam al-Baidhawi menjelaskan bahwa tujuan dari musibah bertujuan agar manusia tak sedih atas hilangnya kenikmatan dunia yang ia miliki dari genggamannya.


Kedua, agar manusia tak bangga atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Imam Baghawi dalam tafsirnya yang berjudul Ma’alim at-Tanzil mengutip pendapat Ikrimah yang menyatakan setiap orang pasti merasakan kesenangan juga merasakan kesusahan, kesedihan, maka dari itu jadikanlah kesenangan itu untuk bersyukur atas nikmat-Nya, dan jadikan kesedihan sebagai penguat dalam menghadapi kesabaran.


Terkadang manusia sering mengeluh. Ada yang bilang, “Allah tak adil, yang kaya makin kaya, yang miskin tetap saja miskin selamanya”. 


Ungkapan ini sering dilontarkan sebagai bentuk kekesalan atas kekurangan yang ada pada diri manusia, terutama segala hal yang berkaitan dengan ekonomi. Seharusnya kita tidak boleh berburuk-sangka kepada Allah, karena pada hakikatnya, manusia sudah diberikan anggota tubuh yang lengkap, begitu juga akal-pikiran, dan kesehatan sebagai modal mencari kebutuhan sehari-hari.


Sebenarnya, manusia akan naik pangkat dan derajatnya di hadapan Allah bila mereka kuat dalam menghadapi segala ujian dan cobaan dalam kehidupan ini. Ali bin Abi Thalib pernah berkata:


الله يختبر عباده بأنواع الشدائد ، ويتعبدهم بأنواع المجاهد ، ويبتليهم بضروب المكاره إخراجاً للتكبر من قلوبهم ، وإسكاناً للتذلل في نفوسهم . وليجعل ذلك أبواباً فتحاً إلى فضله ، وأسباباً ذللاً لعفوه


“Allah akan menguji hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam ujian berat,  juga mencatat segala usaha sebagai bentuk ibadah dan mengujinya dengan berbagai macam cobaan. Tujuannya adalah agar manusia tak memiliki hati yang sombong, selalu rendah hati, juga sebagai kunci mendapatkankan anugerahnya dan membuka pintu pengampunan-Nya.




Bila manusia memahami segala cobaan hidup yang ia rasakan merupakan proses pendewasaan diri agar selalu menjadi pribadi yang baik maka ia akan selalu berusaha dan berdoa serta selalu positif-thinking kepada-Nya.


Salah satu makhluk sebelum Nabi Adam yang dikenal ketaatannya adalah Iblis. Iblis adalah makhluk yang diberikan keistimewaan panjang umurnya, ini sebagai permintaannya tatkala hendak diusir dari surga, ia berjanji akan menggoda semua manusia yang merupakan keturunan Nabi Adam agar menjadi bala tentaranya bahkan menjadi budaknya di neraka.


Hal ini bermula tatkala Allah mengumumkan kepada para Malaikat maupun yang lain bahwa manusia sebagai penghuni bumi ini diberi kemampuan untuk mengetahui banyak nama-nama yang tak diberikan kepada Malaikat. Lantas Semua Malaikat diperintahkan untuk memberi sujud atau penghormatan kepada Nabi Adam, kemudian para Malaikat mengikuti perintah itu, kecuali Iblis yang membangkang dan merasa lebih tinggi derajatnya daripada Nabi Adam. Ia merasa lebih baik karena diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Sifat sombong inilah yang mengantarkan diri dan keturunannya akan mendekam di Neraka selamanya.


Yang berhak mempunyai rasa sombong merasa lebih di atas segalanya baik dalam ilmu, kekuasaan, kesempurnaan hanya pantas disandang oleh Tuhan yaitu Allah Dzat yang Maha Sempurna. Makhluk tak pantas menyandang sifat itu karena semua kelebihan dalam dirinya, semuanya atas anugerah yang diberikan Allah kepada-Nya.


Syekh Muhammad bin Abdul Karim dalam Mausuah al-Kisanzan mengutip perkataan Syekh Muhammad bin Ali al-Ilmi:


أمهات الكبر أربع : أنا ، ولي ، وعندي ، ونحن


Sumber kesombongan berawal dari empat hal ini: Saya (أَنَا), aku memiliki (لِيْ), saya mempunyai (عِنْدِيْ), kami (نَحْنُ).


Maksud penjelasan Syekh Muhammad bin Ali al-Ilmi adalah kesombongan berawal dari empat kata diatas yang intinya merasa dirinya lebih hebat, sifat keakuannya masih sangat melekat dalam badannya.


Pertama, Iblis merupakan orang yang pertama kali merasa sombong dengan menggunakan kata aku atau saya (أَنَا). Hal ini seperti dalam al-Qur’an Surat al-A’raf: 12 yang berbunyi:


قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ


Artinya: “Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”


Kedua, Fir’aun merupakan raja Mesir atau yang dikenal dengan Ramses ke 2 yang bernama Walid bin Mus’ab. Ia dikenal sebagai orang yang pertama kali merasa sombong dengan menggunakan kata kepunyaanku atau aku memiliki (لِيْ). Hal ini seperti dalam al-Qur’an Surat al-Zukhruf: 51 yang berbunyi:


وَنَادَىٰ فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَٰذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِن تَحْتِي ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ


Artinya: “Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?”


Ketiga, Qarun merupakan orang yang pertama kali merasa sombong dengan menggunakan kata ada padaku atau  saya mempunyai (عِنْدِيْ). Hal ini seperti dalam al-Qur’an Surat al-Qashas: 78 yang berbunyi:


قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ


Artinya: “Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.”


Keempat, Kaumnya ratu Bilqis merupakan orang yang pertama kali merasa sombong dengan menggunakan kata kami (نَحْنُ). Hal ini seperti dalam al-Qur’an Surat al-Naml: 33 yang berbunyi:


قَالُوا نَحْنُ أُولُو قُوَّةٍ وَأُولُو بَأْسٍ شَدِيدٍ وَالْأَمْرُ إِلَيْكِ فَانظُرِي مَاذَا تَأْمُرِينَ


Artinya:”Mereka menjawab: “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu: maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”.


Dari sini menjadi jelas sebanyak apapun dosa yang dilakukan makhluknya niscaya Allah akan mengampuninya, tetapi bila seorang hamba ingin menyamai Tuhannya dengan sifat sombongnya seolah menandingi kekuasaannya maka ia akan celaka seperti yang dilakukan Iblis dan bala tentaranya.