Hukum Wisata Dalam Islam

 

Hukum Berwisata Dalam Islam

Syahadat.id - Kata "wisata" dalam kamus besar bahasa Indonesia(KBBI) berarti bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya); bertamasya.

Dalam Fatawa Al-Misriyyah dijelaskan bahwa berwisata sangat dianjurkan  oleh Agama terutama bila tujuannya mulia, misalnya untuk studi wisata, atau  wisata religi seperti ibadah Haji maupun Umrah malah  wajib bagi yang telah mampu. Semuanya termasuk kategori yang sangat dianjurkan agama dan berpahala.


Imam As-Syafi'i mengkategorikan rihlat atau perjalanan dalam menuntut ilmu sebagai hal yang mengandung banyak faidah, seperti dalam sebuah Syair yang berbunyi:


"تَغَرَّبْ عَن الأَوْطَانِ في طَلَبِ الْعُلى...وَسَافِرْ فَفِي الأَسْفَارِ خَمْسُ فَوَائِدِ:


تَفَرُّجُ هَمٍّ، وَاكْتِسابُ مَعِيشَةٍ، وَعِلْمٌ، وَآدَابٌ، وَصُحْبَةُ مَاجِد"


Artinya: Mengembaralah dari tanah kelahiran untuk mencari kemuliaan, dan bepergianlah karena ada lima faidah: Pertama, hilangnya kesusahan. Kedua, mendapatkan pekerjaan. Ketiga Mendapatkan ilmu pengetahuan. Keempat, semakin mengetahui tata Krama. Kelima, Mempunyai sahabat yang baik.


Dalam sejarah Islam banyak dikenal banyak para sahabat, Tabiin yang melakukan perjalanan ilmiah maupun dalam rangka perdagangan. Salah satu tokoh yang Mashur melakukan perjalanan jarak jauh adalah Ibnu Batutah yang perjalanannya dibukukan dalam kitab Rihlah Ibnu Batutah.


Maka dari itu, selagi perjalanan untuk hal positif maka sangat dianjurkan, selagi tak ada tujuan kejahatan atau kemaksiatan.