Mengapa Kita harus Seimbang antara Dunia dan Akhirat?

 

Mengapa Kita harus Seimbang antara Dunia dan Akhirat


Syahadat.id - Suatu ketika Nabi Muhammad mendengar kabar bahwa Abdullah bin Amr bin Ash berpuasa setiap hari, serta selalu sholat malam, kemudian Nabi bertanya kepadanya:” apakah kamu menjalankan yang demikian itu”. 

Lalu ia menjawab: “betul, wahai Nabi.”


Nabi lalu menasehatinya, bahwa jasadmu mempunyai hak, begitu juga matamu mempunyai hak yang harus terpenuhi, apalagi keluargamu yang harus kamu penuhi hak-haknya. Kejadian ini seperti tertuang dalam Hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhaari dalam kitabnya, Al Jami’us Shohih.


Kisah diatas memberi isyarat kepada kita bahwa manusia harus pintar dalam membagi waktu, dan tak terlalu berlebihan dalam urusan ibadah atau disebut guluw, sehingga kita mampu membagi kewajiban dan hak orang lain yang harus terpenuhi. Sikap berlebihan ini akan membawa kehancuran dan kesengsaraan, seperti potongan ayat yang melarang bertindak berlebihan dalam urusan Agama, yaitu 

يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ

Artinya: hai Ahli Kitab, janganlah kalian berbuat Guluw dalam urusan Agamamu. (QS. An-Nisa’: 171)

Menurut Ibnu Asyur dalam Tafsirnya, At Tahrir Wa Attanwir beliau menjelaskan bahwa guluw adalah sesuatu yang melebihi batas atau menambahkan sesuatu yang terlalu berlebihan baik ditinjau dari logika akal manusia, atau dari segi adat istiadat, maupun dari tinjauan Agama. Ibnu Al Jizzi dalam kitab Tashil li Ulumi at-Tanzil, beliau menjelaskan tentang prilaku Guluw Ahli kitab, terutama orang Nasrani yang menganggap Nabi Isa itu anak Tuhan, atau orang Yahudi yang menganggap Nabi Uzair anak Tuhan.

Dunia memang sangat berarti bagi manusia, karena merupakan ladang menuju Akhirat, yaitu tempat menanam, serta tempat investasi. Banyak orang yang tergoda, bahkan lalai, mabuk dengannya, sampai meninggalkan kewajiban-kewajiban  yang harus ia kerjakan, seperti seorang Suami yang lupa akan kewajibannya untuk menafkahi istri dan anaknya atau sebaliknya seorang anak terlena sampai lupa kewajibannya untuk menghormati dan mendoakan orang tuannya. 

Begitu juga Pejabat yang  tersihir oleh gemerlapan dunia sampai ia lupa tanggung jawabnya terhadap atasan maupun bawahannya. Ulama' pun kadang ada yang terlena akan kemegahan dunia sampai berani menjual identitas dirinya sebagai penuntun Umatnya, itulah dunia  selalu merayu siapapun yang terlena dengannya. 


Baca juga:


Maka beruntunglah orang yang selalu ingat tujuan hidupnya, ia selalu waspada dan mengarahkan dirinya agar tak terkena racunnya, sehingga kesempatan hidup di dunia ini dipergunakan secara maksimal.

Dalam hal ini, Al Qur'an memberi peringatan bahwa Akhirat itu sangat penting, begitu juga urusan  dunia tak kalah pentingnya, tinggal kita mampu menyesuaikan serta mengkombinasikan agar urusan dunia dan akhirat berjalan bersamaan, seperti potongan ayat dalam Surat Al Qashas, Ayat 77  yang berbunyi:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ 

Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (QS. Al Qashas: 77)

Menurut Imam Ibnu Kasir bahwa ayat ini menjelaskan tentang pentingnya menggunakan harta benda untuk menambah ketaatan kepada Allah supaya mendapatkan pahala di akhirat kelak, serta tak melupakan urusan dunianya, dengan menempatkan hak orang lain yang harus diberikan baik kepada Tuhannya, dirinya, bahkan kepada keluarganya. Sedangkan menurut Baghawi dalam Tafsirnya yang mengutip pendapat Imam Suday menjelaskan dengan sedekah dan silaturrahmi.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa Akhirat sangat penting, namun dunia tak kalah penting, ibadah merupakan keharusan, begitu juga kerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga  juga kewajiban, keduanya harus saling melengkapi, dan tak bisa dipisahkan. Shalat penting, namun tak ada alasan untuk meninggalkannya, Cuma gara-gara alasan kerja, atau banyak proyek di meja.

Islam mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, terutama umat islam harus tangguh dalam berbagai bidang, tak hanya dalam urusan akhirat saja, namun segala lini kehidupan, baik sosial, budaya, maupun ilmu pengetahuan, sehingga mampu berdiri sendiri, tak menggantungkan orang lain.


oleh: Moh Afif Sholeh