Nasehat Abu Hatim Untuk Pejabat Publik

Nasehat Abu Hatim Untuk Pejabat Publik

 من بَدَأَ بسياسة نَفسه أدْرك سياسة النَّاس

Barangsiapa yang mampu memulai mengatur diri sendiri maka ia akan mudah mengatur orang lain.

Kata bijak diatas sangat inspiratif bagi siapapun yang ingin menjadi seorang pemimpin yaitu memiliki kemampuan diri dalam mengendalikannya karena orang yang tak mampu menguasai diri sendiri maka tak akan mampu mengatur, mengayomi orang lain. Imam al-Mawardi dalam kitab Durar as-Suluk fi Siyasat al-Muluk menjelaskan:

فَإِذا بَدَأَ الْإِنْسَان بسياسة نَفسه كَانَ على سياسة غَيره أقدر وَإِذا أهمل مُرَاعَاة نَفسه كَانَ بإهمال غَيره أَجْدَر

Ketika manusia memiliki kemampuan untuk memulai mengatur dirinya maka mengatur orang lain menjadi lebih mudah. Dan bila seseorang tak mampu mengatur diri maka lebih baik tak mengatur orang lain.

Dari sini, seorang pemimpin, politikus harus menjadi public figure yang baik karena masyarakat bisa menilai yang baik atau tidak, lebih-lebih media sangat menyorot ucapan dan prilaku mereka maka harus mampu mengendalikan diri sendiri agar masyarakat menjadi dewasa dalam berpikir dan bekerja. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam mengingatkan akan pentingnya memperbaiki diri sendiri sebelum menjadi tokoh masyarakat, politikus, pejabat.

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44

Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”(QS. Al-Baqarah: 44)

Menurut imam ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud ayat ini ditujukan kepada orang yang hendak memerintahkan kepada orang lain baik dengan nasehat atau cara lain harus menasehati dirinya sendiri terlebih dahulu. Hal ini agar tak seperti lilin yang mampu menerangi sekelilingnya namun dirinya hancur, lenyap, sirna.

Maka dari itu, agar kita mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan manusia maka harus memperbaiki diri sendiri dan mencerminkan pribadi yang baik. Orang lain tak akan percaya kepada kita jika hanya mengandalkan ceramah, orasi belaka tanpa ada bukti nyata karena masyarakat hanya menilai yang nyata bukan seperti di dunia maya.


Tiga Hal yang harus dipahami para politikus


Tiga Hal yang harus dipahami para politikus


Politik identik dengan taktik, juga penuh intrik, terutama menyusun strategi bagaimana caranya mengalahkan lawan agar tak berkutik. Dalam hal ini seorang ulama yang bernama Abu Hatim (w.353 H) dalam kitab Raudhat al-Uqala wa Nuzhat al-Fudhala’ memaparkan tentang kategori seorang politikus atau pejabat publik harus mengetahui tiga hal, yaitu:

  1. Harus mempunyai kecerdasan akal. Ini bertujuan agar dalam menjalankan strategi nya tak dibohongi oleh kepentingan sesaat, baik kelompoknya atau orang yang ia akan pimpin.

  2. Berilmu. Ini sebagai syarat mutlak seorang politikus harus mengetahui tentang seluk beluk tentang ilmu politik, agar strategi yang ia gunakan sesuai dengan baik, dan tercapai tujuan untuk memakmurkan masyarakat sehingga terwujud keadilan yang merata.

  3. Mampu berdialektik dengan baik, bila seorang politikus tak mampu berdialektik, maka terjadi kebuntuan dalam berfikir. jika hal ini terjadi, maka bisa dipastikan niat atau rencana baik akan kandas ditengah jalan karena kalah dalam berargumentasi.



Cara supaya strategi mulus



Cara supaya strategi mulus


Tak hanya itu, Abu Hatim juga memaparkan agar strategi para politikus berjalan dengan mulus, maka harus menjalankan 3 syarat ini, yaitu:

Pertama. Tak gegabah dalam mengambil langkah atau keputusan, karena jika ia terburu-buru maka dipastikan hasil yang diharapkan tak sesuai keinginan, hal ini sesuai kaidah fikih yang berbunyi:

مَنْ تَعَجَّلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ

Artinya: Barangsiapa terburu-buru untuk suatu hal sebelum waktunya maka ia akan terhalang mendapatkannya.

Kedua. Harus sabar dalam menjalankan tugas yang sudah dibebankan kepadanya, karena ini sebagai kunci keberhasilan dalam perpolitik.

Ketiga. Seorang politikus harus banyak mendengar aspirasi rakyatnya, ia harus mengetahui harapan mereka, bukan bersikap seperti para sales yang menawarkan dagangannya sehingga ia menjadi orang yang dicintai rakyatnya, karena suara rakyat ingin didengar dan dijalankan sehingga harapan mereka tercapai. (mas)