Tafsir Surat Hud 9-11: Kriteria Orang yang Tangguh menghadapi Ujian

Tafsir Surat Hud 9-11: Kriteria Orang yang Tangguh menghadapi Ujian



Syahadat.id - Dunia ini memang sebagai tempat ujian untuk manusia, agar ia selalu bersukur bukan menjadi orang yang kufur. Dengan adanya ujian ini manusia dituntut untuk selalu bekerja keras, serta menyiapakan diri dari segala rintangan yang akan dihadapi dengan belajar dari pengalaman orang yang mendahuluinya.

Mengeluh, frustasi, bahkan keinginan mengakhiri hidup sebagai gambaran manusia bila tak tercapai harapan, keinginan, dan selalu gagal dalam berkarir. Padahal dunia ini tak sesempit yang ia bayangkan. Banyak orang yang serba kekurangan secara materi, maupun fisik, namun menjadi orang yang sukses karena ia tak mengenal putus asa dalam berusaha. 

Dalam al-Qur’an banyak membahas karakter manusia, salah satunya dalam Surat Hud/11:9-11 yang berbunyi:

وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ (9) وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ (10) إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (11)

Artinya: Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.

Baca juga:

Menurut Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Adzim menjelaskan Ayat diatas bahwa Allah menjelaskan karakter manusia serta sifat tercela yang ada dalam dirinya, ketika mendapatkan ujian kehidupan setelah merasakan kenikmatan sebelumnya maka ia putus asa, serta mengingkari nikmat Tuhannya yang telah ia rasakan. Menurut Imam Ar-Razi dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa kata al-Insan (الْإِنْسَانَ) pada Ayat diatas ada dua pendapat: Pertama, menunjukkan arti semua manusia, tak pandang bulu, manusia yang beriman atau yang ingkar. Hal ini diperkuat ayat setelahnya, yang ada pengecualiannya bagi orang yang sabar dan beramal shaleh. Kedua, kata al-Insan diatas ditujukan untuk orang kafir, hal ini merupakan sifat ditujukan untuk mereka yang sering berputus asa, seperti pada potongan ayat ini

إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ (87) 

Artinya: Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS. Yusuf/12:87)


Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa karakter manusia senang saat mendapatkan nikmat, namun putus asa ketika ujian turun beruntun, namun ada dua golongan yang mendapatkan pahala yang besar dan mendapatkan ampunan, yaitu:

Pertama, orang yang bersabar. Ia sangat memahami lika-liku kehidupan, bahwa dunia ini penuh hikmah yang harus digali. Bila dalam kondisi ekonomi berkurang ia selalu berpositif thinking kepada Allah bahwa selalu ada hikmah yang diberikan untuknya, terutama agar tak tak boros dalam manejemen pengeluaran serta selalu menyiapkan diri dikala kekurangan. Maka dari itu orang yang sabar usahanya tak bubar, hidupnya tak terasa hambar, serta semangatnya selalu berkobar, tanahnya semakin melebar karena uangnya bertambah berlembar-lembar.

Kedua, orang yang beramal shaleh. Ia terbiasa berbuat kebaikan bukan karena manusia, tapi karena ia sadar atas nikmat yang telah diberikan kepadanya, maka ia gunakan sebaik-baiknya. Orang yang istiqamah dalam beramal dipastikan memiliki keikhlasan yang tinggi. Orang yang ikhlas hidupnya semakin berkelas, amal perbuatannya tak didasari rasa malas, dan dijauhkan dari sifat culas.


Moh Afif Sholeh, M.Ag