Imam Al Ghazali: 6 Alasan Seseorang Diperbolehkan Ghibah

Imam Al Ghazali: 6 Alasan Seseorang Diperbolehkan Ghibah


Syahadat.id - Seringkali orang bertengkar cuma gara-gara masalah kecil misalnya saling ejek di media sosial (medsos) yang berimbas saling serang secara fisik, dan menjadi penyebab permusuhan antar warga, antar kelompok. Hal seperti ini yang akan mengancam keutuhan bangsa dan negara.

Permasalahannya adalah setiap individu atau kelompok kurang dalam mengontrol diri dan lisannya sehingga menyinggung orang lain.

Solusi yang ditawarkan adalah agar semua elemen masyarakat menjaga diri untuk tak saling serang satu dan lainnya. Dalam hal ini Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menjelaskan,

اﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻟﻜﻞ ﻣﻜﻠﻒ ﺃﻥ ﻳﺤﻔﻆ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻊ اﻟﻜﻼﻡ ﺇﻻ ﻛﻼﻣﺎ ﺗﻈﻬﺮ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻓﻴﻪ، ﻭﻣﺘﻰ اﺳﺘﻮﻯ اﻟﻜﻼﻡ ﻭﺗﺮﻛﻪ ﻓﻲ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ، ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ اﻹﻣﺴﺎﻙ ﻋﻨﻪ، ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﻨﺠﺮ اﻟﻜﻼﻡ اﻟﻤﺒﺎﺡ ﺇﻟﻰ ﺣﺮاﻡ ﺃﻭ ﻣﻜﺮﻭﻩ، ﺑﻞ ﻫﺬا ﻛﺜﻴﺮ ﺃﻭ ﻏﺎﻟﺐ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﺩﺓ، ﻭاﻟﺴﻼﻣﺔ ﻻ ﻳﻌﺪﻟﻬﺎ ﺷﺊ

Ketauhilah bahwa setiap orang mukallaf harus menjaga lisannya dari semua ucapan atau statmen kecuali bila ada maslahah (kebaikan) didalamnya. Bila dirasa sama manfaatnya antara bicara atau terdiam maka yang terbaik adalah terdiam lebih utama. Alasannya adalah kadangkala ucapan yang awalnya diperbolehkan mendatangkan hal yang diharamkan atau dimakruhkan. Ini seringkali terjadi di masyarakat. Dalam hal ini keselematan harus diutamakan tak ada yang menandinginya.

ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ اﻹﻣﺎﻡ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ: ﺇﺫا ﺃﺭاﺩ اﻟﻜﻼﻡ ﻓﻌﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻔﻜﺮ ﻗﺒﻞ ﻛﻼﻣﻪ، ﻓﺈﻥ ﻇﻬﺮﺕ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺗﻜﻠﻢ، ﻭﺇﻥ ﺷﻚ ﻟﻢ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﺣﺘﻰ ﺗﻈﻬﺮ.

Imam Syafi’i berkata:”Ketika hendak berbicara maka berfikirlah terlebih dahulu, bila ada kebaikan di dalamnya maka berbicaralah, bila ragu-ragu maka jangan terburu-buru asal bicara sampai jelas tujuannya,”

Dari penjelasan diatas, Imam as-Syafi’I mencoba mengingatkan kepada kita untuk berhati-hati sebelum berbicara. Hal ini dikhawatirkan akan menyakitkan orang lain.


Baca juga:


Ada beberapa hal yang diperbolehkan seseorang melakukan ghibah, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Imam Al Ghozali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin, beliau menjelaskan ada 6 faktor, yaitu:

Pertama, Menghindari kedhaliman seseorang, misalnya ia telah diperlakukan semena-mena di pengadilan, yang benar dibilang salah, salah dijadikan kebenaran, sehingga ia merasa dirugikan, bahkan merasa difitnah atas perbuatan yang ia tak melakukan. Dalam kondisi seperti ini, ia boleh menjelaskan kejelekan seseorang agar terhindar dari dari kelalimannya.

Kedua, untuk berusaha menghilangkan kemunkaran, kemaksiatan atau untuk merubah sebuah tatanan kehidupan agar lebih baik daripada sebelumnya.

Ketiga, untuk memberi fatwa, atau memberi jawaban atas sebuah pertanyaan yang berkembang dimasyarakat, agar tak terjadi kesalahpahaman diantara mereka.

Keempat, untuk menakut-nakuti masyarakat agar tak melakukan sebuah kejahatan, atau yang dilarang oleh Agama maupun Negara.

Kelima, untuk mengetahui nama seseorang agar jelas, tak salah sasaran, seperti di sebuah kampung, ada 10 nama Paijo, maka menyebut ciri orang yang dituju dengan menjelaskan aibnya, misalnya paijo yang kakinya pincang, itu boleh saja, agar tak salah orang.

Keenam, ketika seseorang sudah memperlihatkan keonaran, ketidakbaikkan perbuatannya sampai mengganggu orang lain, maka diperbolehkan agar masyarakat tak mengikutinya. Seperti orang yang terang-terangan meminum minuman keras di tempat umum.

Semoga kita dijauhkan dari prilaku yang menyimpang, dan diberi kemampuan untuk menjaga lisan kita dari bahaya Ghibah. Dari penjelasan ini, sebagai seorang muslim harus menjaga lisan agar tak keblablasan yang pada akhirnya akan menimbulkan penyesalan. Begitu juga harus menjaga tangan dengan tak mudah memposting atau menyebarkan berita kebohongan karena dapat hal itu merugikan orang lain.


Oleh: Moh Afif Sholeh