Kenapa Aku Berbeda?

Syahadat.id - Angin sepoi-sepoi bertiup di sela-sela ranting pohon yang lebat, menjatuhkan embun yang tersisa pada helaian daun. Kicauan burung yang terbang bersama angin terdengar merdu, seolah ingin menyambut pagi yang cerah hari itu.

Seorang gadis bertubuh tinggi besar sedang duduk di teras rumah. Betapa senangnya ia ketika memulai hari dengan memandang fenomena alam yang terasa dekat dengannya. Gadis itu pernah membaca sebuah artikel. Menurut artikel tersebut, kicauan burung di pagi hari bukan senandung biasa, melainkan memiliki tujuannya sendiri.

bedq
Berbeda


Kicau burung itu menandakan sebuah wilayah kekuasaan. Terkadang burung itu menggunakan kicauannya untuk menarik perhatian pasangannya. 

Ya, dia adalah gadis yang terbilang cukup unik. Di usia yang cukup belia, ia sangat suka membaca buku-buku tentang alam, mempelajari bagaimana alam bekerja, bagaimana terciptanya alam semesta dan isinya, dan tak lupa juga bagaimana cara bertahan hidup berbagai hewan dan tumbuhan.

Padahal di zaman modern seperti ini, mungkin teman-temannya lebih senang menghabiskan waktu untuk membaca gosip selebriti yang bahkan tidak penting untuk hidup mereka.

Setelah mengamati keadaan di luar rumahnya selama beberapa saat, ia mengambil telepon genggam miliknya yang ia letakkan di atas meja. Ia mulai berselancar di media sosial sambil sesekali makan biskuit yang dibelinya saat mengunjungi rumah neneknya kemarin.


Baca juga:


Berbagai postingan foto ia lihat, mulai dari foto selfie hingga foto liburan teman-temannya. Gadis itu kagum pada foto-foto yang ia lihat. Memiliki paras yang rupawan, bisa travelling kemana saja, merupakan impiannya yang belum bisa ia rasakan saat ini. Sempat terbesit dalam pikirannya untuk menjadi mereka, hanya untuk sesekali saja. 

Gadis itu masuk ke dalam rumah, meletakkan biskuit dalam toples yang ia makan tadi, lalu ia membuka laci. Diambilnya cermin kecil kayu yang berhiaskan ukiran sederhana. Ia menatap lama pantulan dirinya di dalam cermin. Ia memegang wajahnya sambil mencoba merapikan rambutnya yang sebenarnya tidak berantakan.  Cukup lama ia memandang dirinya sendiri.

Seketika teringat foto-foto temannya tadi, ia berkata dalam hati, “Kenapa aku kaya gini? Kenapa aku nggak bisa secantik mereka? Kenapa aku gabisa hidup mewah?”. Ketika dalam keadaan seperti itu, terkadang dia merasa tak berguna. “Buat apa aku di sini? Nggak ada yang mau main sama aku. Mungkin ada, tapi aku tau pasti mereka juga nggak mau berlama-lama ngobrol sama aku. Memangnya kenapa sih? Apa karna aku berbeda? Karena aku nggak bisa diajak jalan-jalan sesuka hati?”. Pikiran dan hatinya mulai berkecamuk.

Ia ingin marah pada keadaan, tapi tidak bisa. Tidak ada pilihan. Ia merasa hidup hanya berpihak pada mereka yang memiliki tampang yang elok dan bisa berpelesir ke sana ke mari dengan mudahnya. Gadis itu mulai memejamkan mata, mencoba menerima keadaan diri dan hidupnya. Ia letakkan cermin tadi ke dalam laci lagi, lalu ia pergi ke kamar.

Tak lama, ibunya yang juga berbadan tinggi besar masuk ke dalam kamar. Menurut gadis itu, wajah ibunya tidak terlalu cantik, standar seperti kebanyakan wanita. Hanya saja, melihat paras ibunya saja selalu membawa ketenangan, apalagi ketika berbicara langsung dengannya. Suara lembut dan membuat damai itu tak pernah gagal menghibur hati yang seringkali dilanda kegelisahan. “Jen, ini ada nasi kotak dari tetangga sebelah. Katanya abis syukuran. Kamu makan ya,” katanya sambil menyerahkan nasi kotak itu kepada gadis itu. Ia mengambil nasi kotak dari tangan ibunya sambil berusaha menampakkan wajah yang seolah-olah tidak terjadi apa-apa, “Iya, bu”.


anak
Karakter anak



Tapi insting ibu sangatlah kuat. Ibunya hampir selalu bisa membaca raut wajah anak semata wayangnya itu. “Kamu kenapa?”. Pertanyaan yang membuat gadis itu terdiam sesaat. Ibunya bertanya sekali lagi sambil menghampiri dan duduk di sampingnya, “Kamu kenapa, Jenna?”. “Gapapa bu. Emm.. Jenna cuma abis liat foto temen-temen aku lagi di media sosial”.

Ibunya tersenyum, seolah mengerti masalah gadis itu tanpa dijelaskan kembali. “Semua orang spesial, Jenna. Kamu ga harus jadi orang lain, cukup jadi diri sendiri saja. Orang lain pun juga gabisa jadi kamu. Kamu ga perlu overthinking. Bisa jadi di luar sana, ada orang yang juga ingin jadi seperti kamu, hobi baca buku dan punya wawasan yang luas”.

Gadis itu terdiam sambil memikirkan kembali kata-kata ibunya. Lalu ibunya melanjutkan, “Yang ada di media sosial memang selalu terlihat menyenangkan. Wajah cantik atau ganteng yang selalu dipuji banyak orang. Atau mungkin foto perjalanan ke luar negeri yang juga banyak like dan komentar orang. Tapi yang terpenting bukan itu. Yang terpenting adalah bagaimana kamu bisa mensyukuri apa yang kamu punya”. Deg.


syukur
Bersyukur


Kalimat terakhir ibunya itu terasa menohok. Ia sadar selama ini kurang bersyukur. Ia selalu membanding-bandingkan wajah temannya yang mulus tanpa jerawat, tinggi badan yang sesuai standar usia pada umumnya, dan sebagainya yang tidak ia dapatkan. “Kamu senang kan melihat pemandangan alam di luar rumah? Kamu jadi bisa tau realitas dari buku yang dibaca. Kamu juga senang kan punya badan yang tinggi? Kamu jadi bisa mandiri mengambil barang yang letaknya tinggi dan teman-temanmu belum tentu bisa melakukannya.

Yang perlu dilakukan agar kita bahagia setiap hari adalah bersyukur, Jen”. Sekarang gadis itu tau alasan mengapa ibunya selalu terlihat bahagia dan membawa ketenangan. Bersyukur.

Baca juga: 

Satu hal penting dalam kehidupan yang sering ia lupakan. Satu hal penting yang jika dilaksanakan setiap waktu, maka tidak akan ada ada yang namanya perasaan gelisah, malu, hingga tidak percaya diri, atau istilah yang kerap digunakan di kalangan anak muda adalah insecure. Sejak ibunya memberinya wejangan, gadis itu selalu memikirkan hal lain yang lebih patut disyukuri daripada memelihara perasaan insecure itu. 

Nama gadis itu adalah Jenna, tapi teman-temannya lebih suka memanggilnya dengan julukan si bongsor. Sekarang ia tahu, tak perlu risau jika ada temannya yang memiliki berbagai kelebihan. Ia juga tak perlu gelisah dengan julukan teman-teman yang diberikan kepadanya. Ia yakin setiap manusia unik dan memiliki talentanya masing-masing. Kunci bahagia adalah bersyukur.


Penulis: Nabila Dyah Faharani