Larangan Membanggakan Ilmu yang Kita Miliki

 

ilmu
larangan membanggakan ilmu

Red. Moh Afif Sholeh, M.Ag

Yusuf Muhajir IlallahM.Pd.i 

Pengasuh Pesantren Miftahussa'adah Kudus


Syahadat.id - Orang menyangka kesuksesan dunia bisa ia dapatkan dari harta yang ia miliki. Namun sebenarnya dia telah tertipu. Harta yang dimilikinya akan musnah bersama dengan jasadnya. Lalu ada seorang pemuka agama yang mengatakan bahwa kunci kesuksesan menggapai akherat adalah ibadah. Ia pun sebenarnya keliru, karena ibadah yang sementara ini dilakukan hanya rutinitas yang tak bermakna. 


Lalu apa sebenarnya kunci meraih dunia dan meraih akherat. Imam at-Thabrani meriwatkan sebuah hadits tentang kunci menggapai dunia dan akherat, yang ternyata adalah ilmu. Rasulullah bersabda:


مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَ مَنْ أَرَادَ ْالآخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ  وَمَنْ أَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ


“Siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu”


Berbicara mengenai ilmu maka kita awali dengan diskursus mengenai definisi ilmu. Ilmu bersal dari bahasa Arab yakni alima-ya’lamu  yang artinya mengetahui, memahami, menyadari, mengenali dan mengerti. Ibarat orang yang kepo akibat penasaran, ilmu merupakan keadaan dimana dia plong setelah mengetahui apa yang terjad atau apa yang menjadi pertanyaan yang dipikirkan selama ini. 

Baca juga:

Berawal dari penasaran, menjadi pertanyaan, kemudian dipikirkan, lalu mencari jawaban dengan fakta yang ada, terakhir kemudian menyimpulkan dan plong tenanglah jiwa ini.


Hasan Hanafi mendefinisikan ilmu sebagai kesesuaian perasaan dengan dirinya, atau keadaan yang menjadikan tenangnya jiwa.


مطابق السعور مع نفسه او هو سكون النفس واطمئنانها

Qadli al-Jabbar juga hampir sama mendefinisikan ilmu sebagai makna yang bisa menjadikan tenangnya hati setelah mendapatkannya.


العلم هو المعنى الذى يقتض سكون النفس الى تناوله

Dengan demikian dapat kita simpulkan tentang definisi ilmu adalah pertama, esensi ilmu merupakan makna yang diperoleh subjek melalui rasio. Kedua, ilmu merupakan keyakinan subjek yang korespondensial dengan realitas apa adanya. Ketiga, ilmu meniscayakan kepuasan subjek terhadap apa yang diperolehnya.

ilmu
ilmu pengetahuan


Sebenarnya masih ada setidaknya tiga kata yang sepadan dengan ilmu, yakni knowledge (pengetahuan), science (sains) dan ma’rifat (term khusus). Namun saya tidak sedang berkapasitas mengupas hal itu, karena terlalu luas.


Setelah kita memahami arti ilmu, maka harus dicari tahu dari mana ilmu itu berasal. Jika kita belajar Filsafat Ilmu, kita akan mengerti bahwa sumber ilmu pengetahuan ada tiga yakni, indra, akal dan intuisi. Ada yang pendapat yang menyebutkan sumber ilmu empat yakni wahyu. Tapi menurut saya wahyu bagian dari intuisi.


Segala realitas yang ada di alam raya ini terbagi menjadi dua hal, fisik dan metafisik. Fisik hanya bisa dimengerti dan dipahami menggunakan indra dan akal. Sedangkan metafisik bisa dimengerti dan dipahami dengan intuisi. 


Lalu bagaimana dengan ajaran agama, apakah indra, akal dan intuisi mempunyai peran dalam memahaminya.


Ada ajaran agama yang bisa cukup dipahami dengan indra. Ada pula ajaran agama yang membutuhkan akal untuk memahaminya. Jika keduanya sudah mentok maka pahamilah ajaran agama dengan intuisi. 


Dengan demikian fisik itu terbatas, sebagaimana indra dan akal yang terbatas untuk memahaminya. Sedangkan metafisik tidak terbatas sebagaimana intuisi yang tidak mempunyai batas. Tetapi tetap karena manusia adalah makhluk fisik, walaupun ia menggunakan intuisi untuk memahami metafisik, intuisi manusia tetap terbatas.


Kata Imam Ghazali yang dikutip Syaikh Nawawi dalam Is’adur Rafiq: “Jika kita ingin mengetahui hakekat metafisik maka matilah terlebih dahulu. Mati ada dua, mati shughra dan mati kubra. Mati kubra adalah mati secara hakekat (putusnya nyawa). Sedangkan mati shughra adalah kiasan orang yang telah mematikan hawa nafsu melalui riyadlah yakni para kekasih Allah.”


Masih kah kita sombong dengan pengetahuan kita yang sedikit dari dunia fisik ini? Sementara di luar sana ada realitas metafisik yang tak terbatas.

وما أوتيتم من العلم الا قليلا

Wallahu A’lam